dijual tanah rumah villa hotel

SK Reklamasi Teluk Benoa Juga Melanggar Perpres Reklamasi

Seminar tolak SK reklamasi teluk Benoa
Jeruk makan jeruk. Ungkapan itu pas untuk menggambarkan keluarnya SK Gubernur Mangku Pastika terkait reklamasi di Teluk Benoa. SK Gubernur yang memberikan PT TWBI mereklamasi 838 hektar laut di Teluk Benoa, ternyata juga melanggar Peraturan Presiden (Perpres) No.122/2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Selama ini hanya terungkap bahwa SK tersebut melanggar Perpres Sarbagita.

Demikian terungkap pada Seminar ''Kajian Ilmiah Membahas Reklamasi 838 Hektar di Teluk Benoa'' yang digelar Forum Peduli Bali Dwipa (FPBD), Kamis (1/8) kemarin di Wantilan DPRD Bali. Seminar sehari itu menghasilkan keputusan menolak rencana reklamasi dan SK izin reklamasi oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika kepada PT TWBI. Seminar ini menyimpulkan agar SK Gubernur Bali Nomor: 2138/02-C/Hk/2012 tentang Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa Provinsi Bali dibatalkan. Sebab, SK itu banyak melanggar aturan hukum. Hasil seminar ini juga meminta DPRD Bali segera mencabut rekomendasi Dewan dan Gubernur Bali segera mencabut SK. Seminar dihadiri ratusan peserta, baik dari kalangan akademisi, LSM, mahasiswa, tokoh masyarakat, tokoh agama dan adat, dan lainnya.

Pakar Hukum Administrasi Negara Unud Prof. Ibrahim R. mengungkapkan sejumlah aturan hukum yang dilanggar SK Gubernur. Pertama, melanggar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010 tanggal 16 Juni tentang yudicial rivew beberapa pasal UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. MK membatalkan pasal-pasal terkait Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) dan menegaskan pelarangan praktik pengkaplingan dan komersialisasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Kedua, SK melanggar Perpres Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Sarbagita terkait kawasan Teluk Benoa merupakan kawasan konservasi.

Fakta terbaru SK ini melanggar Perpres Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang salah satu pasalnya menyebutkan reklamasi tidak boleh dilakukan di kawasan konservasi. ''Kawasan Teluk Benoa menurut Perpres Sarbagita adalah kawasan konservasi. Jadi jika mengacu Perpres Reklamasi maka kawasan konservasi Teluk Benoa tidak boleh direklamasi. Jadi SK izin reklamasi ini melanggar Perpres Reklamasi,'' papar Prof. Ibrahim.

Sementara itu pembicara lainnya, Dr. Luh Kartini, juga menyatakan penolakan atas rencana reklamasi. Ia menekankan hasil penelitian Puslit Geoteknologi LIPI tahun 2010 menunjukkan bahwa wilayah Bali Selatan, khususnya sekitar Teluk Benoa seperti Serangan, Benoa, Bualu, Tanjung Benoa, merupakan daerah likuifaksi atau daerah rawan amblesan. Potensi likuifaksi yang diikuti oleh penurunan lapisan tanah di wilayah ini perlu mendapat perhatian dalam pengembangan wilayah, pembangunan infrastruktur bangunan tinggi, sarana jalan dan jembatan untuk mendukung upaya pencegahan bencana gempa bumi di masa mendatang.

Guru Besar Fakultas Sastra Unud Prof. I Gusti Made Sutjaya menegaskan reklamasi ini hanyalah akal-akalan investor untuk mendapatkan tanah dengan harga murah dan cara gampang. Sebab, jika menguruk laut lebih murah ketimbang investor membeli tanah. ''Pengurukan laut ini seperti urusan makelar tanah. Makelar telah mendomplengi akselerasi pariwisata yang begitu cepat. Omong kosong dengan pariwisata terpadu. Mereka nantinya hanya akan jual tanah di kawasan hasil pengurukan itu,'' kritiknya.

Prof. Sutjaya juga menekankan bahwa pariwisata budaya telah kehilangan rohnya. Malah ada pergeseran paradigma menjadi pariwisata terpadu dan ujung-ujungnya pariwisata jual tanah. ''Laut di Teluk Benoa itu milik negara kenapa sekarang diperjualbelikan oleh Gubernur. Apalagi di sana kawasan konservasi. Jadi omong kosong dengan alasan membuat pulau penyangga tsunami, ini lebih kepada urusan makelar jual tanah. Laut Bali dikapling dan dijual,'' pungkasnya.

Penolakan juga disampaikan aktivis Ngurah Karyadi. Ia juga menyampaikan SK izin sudah cacat prosedur, cacat hukum, sehingga batal demi hukum. Ketika SK cacat hukum diterbitkan oleh penguasa maka sudah ada perbuatan melawan hukum di sana. Ia juga mendukung ada laporan ke KPK soal dugaan suap dan indikasi korupsi atas terbitnya SK ini.

''Kasus terbitnya SK cacat hukum ini bisa masuk ranah perdata, pidana dan korupsi. Substansi persoalan adalah ketika penguasa melakukan perbuatan melawan hukum. Itu yang kita pertanyakan,'' tegasnya.

Setelah ada pemaparan dari narasumber dan masukan dari peserta, hasil seminar kemarin diserahkan langsung oleh Ketua Forum FPBD Gede Bangun Nusantara didampaingi Penasihat FPBD Prof. Gusti Bagus Wijaya Kesuma kepada Ketua DPRD Bali A.A. Ngurah Oka Ratmadi yang kemudian berjanji menindaklanjutinya. Demikian dikutip dari harian Balipost. Kini giliran anda untuk berkomentar....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar