Unud Bisa Gugat Gubernur Pastika
Denpasar.
Ahli Hukum Administrasi Negara Universitas Udayana (Unud) Prof. Dr. Ibrahim R, S.H., M.H. mendesak Unud secara kelembagaan agar segera bersikap atas FS (feasibility study) Unud yang belum final tetapi malah dijadikan rujukan oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika untuk mengeluarkan SK izin reklamasi. Bahkan, menurut Prof. Ibrahim, mestinya Unud berani menggugat Gubernur Bali.
''Dari segi peluang hukum, Unud punya hak menggugat karena produk SK ini cacat hukum, sebab menggunakan kajian yang belum final sebagai dasar hukum,'' kata Prof. Ibrahim di Denpasar, Kamis (18/7) kemarin.
Lebih lanjut dikatakan, Surat Keputusan (SK) Gubenur Bali bernomor : 2138/02-C/HK/2012 tentang Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa Provinsi Bali tertanggal 26 Desember 2012 itu telah melabrak berbagai aturan hukum dan tidak memenuhi berbagai persyaratan, salah satunya belum ada FS final dari
tim Unud. Namun dalam SK itu FS yang belum final itu malah dirujuk pada konsideran menimbang. Jadinya SK ini cacat hukum. ''SK itu salah satu pertimbangannya adalah studi kelayakan Unud. Tetapi FS Unud belum selesai, jadi SK itu cacat hukum dan mesti dicabut,'' tegasnya.
Lebih lanjut Prof. Ibrahim menegaskan, Unud mesti bersikap atas keluarnya SK itu karena permasalahan ini juga menyangkut nama baik dan kredibilitas Unud sebagai lembaga pendidikan tinggi yang juga punya peran mengawal pembangunan Bali dan mengabdi kepada masyarakat Bali. Sebab, Unud sebagai lembaga yang dipercaya dengan kontrak kerja untuk membuat studi kelayakan (FS) oleh PT TWBI, sejauh ini belum menyelesaikan kajiannya. ''FS Unud yang belum final telah dijadikan salah satu dasar penerbitan SK itu, maka Unud sebagai lembaga bisa menggugat balik Gubernur. Karena apa? Hasil FS kan belum selesai kenapa dijadikan rujukan penerbitan SK. Studi kelayakan mana pun ketika hasilnya belum final lalu digunakan sebagai dasar mengeluarkan kebijakan, pembuat kebijakan, hal itu bisa digugat, baik secara material maupun immaterial,'' paparnya.
Kerugian apa yang dialami Unud ketika FS yang belum final dijadikan rujukan pengeluaran SK? Ditanya demikian, Prof. Ibrahim mengatakan, SK itu berakibat pencemaran nama baik Unud karena dengan FS yang belum final itu dirujuk untuk pengeluaran SK, sehingga seolah-olah Unud menyetujui adanya reklamasi. Padahal, Unud belum merekomendasikan apakah rencana reklamasi itu layak dilanjutkan atau tidak karena kajian belum final. Jadinya, Unud juga menjadi korban dari terbitnya SK itu. Publik juga akhirnya bertanya-tanya apakah Unud ikut-ikutan kongkalikong. ''Ini akhirnya menjadi pencemaran nama baik Unud sebagai lembaga pendidikan yang independen. Jadi Unud bisa menggugat ganti rugi secara material dan immaterial. Tetapi ini tergantung pimpinan Unud apa mau bersikap atau tidak,'' pungkasnya.
Lebih lanjut ia menilai, jika SK ini sudah merupakan produk kebijakan Gubernur Bali yang telah cacat hukum, maka ketika SK itu ditandatangani oleh Gubernur maka Gubernur bisa dikatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Sebelumnya, Gubernur Bali Made Mangku Pastika (BP 18/7) menyatakan surat keputusan yang dibuatnya tentang pemberian izin dan hak pemanfaatan, pengembangan, dan pengelolaan wilayah Teluk Benoa sudah sesuai prosedur. ''Kalau kata kita, sudah prosedural,'' katanya.Demikian dikutip dari Bali Post
Kini giliran anda berkomentar.
Kini giliran anda berkomentar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar